Para teolog sudah berusaha keras menggali dan menyelidiki Injil sebagai sumber utama dikoherensikan dengan historiografi dan naluri sejarah. Hanya sedikit perincian yang mengungkap kehidupan dan masa kecil yang diperoleh. Tercatat bahwa setelah Yesus berangkat dari Nasareth dengan orangtuanya saat usia 12 tahun, setelah itu tidak terdeteksi aktivitasnya sampai ia dibaptis oleh Johanes di sungai Yordan pada usia 30 tahun.
Tidak ada catatan yang tepat tentang keberadaan dan
apa saja yang dilakukannya sebelum berusia 30 tahun. Satu sisi periode
yang hilang dalam perjalanan hidup Sang Mesias. Beberapa teolog yakin
bahwa Yesus masih berada di Nasareth dalam kurun waktu tahun yang
hilang. Cuma memang tak ada tulisan dalam masa periode tersebut karena
memang tidak ditemukan sesuatu yang layak dicatat dan didokumentasikan.
Buku
ini untuk sementara barangkali mampu menjawab teka-teki tersebut.
Sebuah buku yang untuk pertama kalinya memberikan bukti-bukti dan
petunjuk baru mengenai satu sisi periode, tahun-tahun yang hilang dari
perjalanan spiritual seorang Yesus. Beberapa informasi yang berbobot
dari para jurnalis, profesor, petualang dirangkum dalam buku, yang
memaparkan bukti naskah kuno di biara Himis yang menyatakan bahwa Yesus
pernah berada di sana. Dilengkapi pula dokumentasi foto keberadaan
Yesus.
Jawaban tersebut dikemukakan oleh
Elizabeth Clare Prophet dengan mengungkapkan data-data yang cukup
memberikan informasi baru yang langka tentang keberadaan Yesus. Buku
yang berjudul asli The Lost Years of Jesus ini menyajikan bukti
dokumenter yang terdiri dari empat kisah kesaksian dari orang yang
menelusurinya. Kesaksian mereka tersimpan dalam tulisan yang sengaja
dibuat untuk memberikan informasi mengenai teka-teki kehidupan Yesus
yang hilang itu. Informasi terasa komplet dengan adanya background yang
beragam dan saling menguatkan di antara mereka.
Disimpulkan
bahwa Yesus dalam periode tahun-tahun yang hilang tersebut, sejak usia
13 tahun hingga 29 tahun, melakukan perjalanan ke dunia Timur, yakni
India, Nepal, Ladakh dan Tibet. Perjalanan ini dilakukan baik sebagai
murid maupun sebagai guru. Tapi ia dikenal sebagai (Nabi) Isa, bukan
Yesus. “Isa diam-diam meninggalkan orang tuanya dan bersama dengan para
pedagang Yerusalem menuju India untuk mempelajari hukum Buddha yang
Agung,” demikian catatan awal dari sebuah dokumen yang berumur 1.500
tahun.
Bagian awal buku ini dimulai dari catatan
Nicolas Notovitch. Ia adalah seorang jurnalis berkebangsaan Rusia, pada
tahun 1894 menulis buku La Vie Inconnue de Jesus Christ (The Unknown
Life of Jesus Christ), yang mengisahkan perjalanannya saat ia pergi ke
Ladakh (Tibet Kecil) akhir tahun 1887. Notovitch menyatakan dengan
tegas bahwa Yesus dalam tahun yang hilang pernah berada di India.
Pernyataannya berdasarkan pada sebuah naskah kuno agama Budha berbahasa
Pali yang ditemukannya di sebuah biara Himis, dekat Leh, ibukota
Ladakh, juga berdasarkan keterangan para Lama, nama lain biksu di
Tibet.
Karya Notovitch yang membuka kontroversi
juga mendapat banyak kritikan dan anggapan pemalsuan narasi ini,
dikuatkan kembali oleh seorang saksi mata pengunjung Himis, Swami
Abhedananda. Ia mengatakan bahwa telah bekerja keras untuk melihat dan
memeriksa kisah Notovich, dan menyatakan bahwa catatan tersebut memang
benar adanya. Bahkan menurut Sister Shivani seorang murid Abhedananda
pernah mengatakan bahwa “Swami pernah berbicara di panggung tentang
akibat dari penginjilan Kristus yang sempat menghabiskan waktu di India
bersama para filosuf Yoga di Tibet.”
Bukti lain
dikemukakan oleh Nicholas Roerich, seorang anggota persatuan profesor
di Imperial Archeological Institute. Ia mencatat sejarah kehidupan Isa
di Timur saat ia memimpin ekspedisi melalui Asia Tengah. Ia melacak
kisah Isa (nama timur untuk Yesus) melalui naskah-naskah kuno dan
legenda-legenda dari berbagai bangsa dan agama yang ditemukannya. Dari
beberapa naskah dan variasi legenda yang diperoleh akhirnya merujuk ke
satu kesimpulan bahwa dalam kurun waktu yang hilang, Yesus berada di
India dan Asia.
Tidak hanya itu beberapa tahun
berselang tepatnya tahun 1939 seorang musisi dan profesor ilmu musik,
Madame Caspari bersama suaminya, Charles melakukan perjalanan ke Gunung
Kailas yang dipimpin oleh pemimpin agama, Clarence Gasque. Ia berhasil
mengabadikan gambar yang anehnya sama dengan foto yang hilang yang
pernah disaksikan dan diabadikan oleh Notovitch. Selain itu mereka
mendapatkan perkamen dari daun yang diberikan oleh biksu dan pustakawan
biara di Himis. Saat menyerahkan perkamen tersebut, biksu mengatakan
bahwa Yesus pernah berada di Himis. Bahkan di daerah ini ditemukan
catatan tentang kehidupan Yesus Kristus secara sistematis.
Banyak
bukti lain yang ditemukan dalam tahun-tahun berikutnya yang semakin
menguatkan keberadaan Yesus di Timur. Misalnya saja dari pengakuan Dr.
Robert S. Ravics, seorang profesor antropologi yang mendengar kisah
Yesus dari para warga terhormat di Himis. Juga dikuatkan kembali oleh
petualang dunia Edward F. Noack yang singgah di Himis akhir tahun tujuh
puluhan. Menurutnya seorang Lama di biara mengatakan bahwa ada sebuah
naskah yang terkunci di ruang penyimpanan yang menggambarkan perjalanan
Yesus ke Ladakh.
“Nama Isa sangat dihormati
oleh Buddhisme. Tetapi hanya pemimpin Lama yang tahu banyak tentangnya,
yang telah membaca naskah tentang Nabi Isa. Kami memiliki banyak Buddha
seperti Isa, dan ada 84.000 naskah, tetapi hanya sedikit orang yang
membaca lebih dari seribu naskah,” ujar seorang Lama Tibet. Di bagian
lain dikutip catatan tentang Yesus, “Jika dibalik kehadiran Buddha
terkadang sulit untuk mengakui wujud mulia dari Buddha sang Guru, maka
cukup sulit untuk menemukan di pegunungan Tibet kisah tentang Kristus.
Namun biara Buddhis menyimpan ajaran Kristus dan para Lama mengetahui
tentang Kristus, yang dijaga dan diajarkan.”
Dalam
karyanya Altai-Himalaya yang dikutip buku ini, Roerich mengatakan,
“Demikianlah legenda Asia yang menceritakan gambaran tentang Yesus,
begitu terkenal di hampir seluruh negeri. Dan Asia menyimpannya di
pegunungan sebagai legenda. Dan tidak mengejutkan jika ajaran Yesus dan
Buddha menuntun bangsa-bangsa menjadi satu keluarga. Memang indah,
bahwa gagasan tentang kesatuan begitu jelas digambarkan. Dan siapa yang
menentang gagasan ini? Siapa yang akan mengurangi keputusan hidup yang
sederhana dan indah ini? Dan kesatuan duniawi begitu mudah bersatu
dalam kesatuan besar dari seluruh dunia. Perintah Yesus dan Buddha
terletak dalam satu rak. Dan tulisan kuno Sanskrit dan Pali
mempersatukan semua aspirasi.”
Benarkah
demikian? Memang masih banyak yang meragukan kebenaran dan keaslian
berbagai bukti yang telah ditemukan oleh berbagai sumber tersebut.
Sudah pasti para teolog Kristen di Barat pun menyangsikannya. Namun
demikian sedikit banyak buku ini telah menyajikan, memberikan dan
menyediakan satu petunjuk baru bagi penyelidikan selanjutnya. Paling
tidak telah memberikan satu pemahaman baru yang cukup mengernyitkan
dahi bagi tanda tanya kita mengenai perjalanan spiritual Yesus selama
tahun-tahun yang hilang itu
Tidak ada komentar:
Posting Komentar