Sejarah Tanah Batak
Dalam Kitab Pujasastra Nagarakretagama
(Negarakertagama dalam istilah yang lebih umum disebut saat ini), yang
disusun oleh Mpu Prapanca pada abad ke 14 (tahun 1365 M), khususnya
pada Pupuh 13-14, diuraikan berbagai negara bawahan taklukan Kerajaan
Majapahit. Diantaranya pada Pupuh 13, tersebut dengan jelas beberapa
wilayah yang saat ini dikenal dengan sebutan etnis Batak.
saduran Terjemahan dari Kitab Nagarakretagama tersebut khususnya Pupuh 13 dan Pupuh 14, adalah sebagai berikut :
Pupuh 13
1. Terperinci demi pulau negara bawahan, paling dulu Melayu:
Jambi,
Palembang, Toba dan Darmasraya pun ikut juga disebut Daerah Kandis,
Kahwas, Minangkabau, Siak, Rokan, Kampar dan Pane Kampe, Haru serta
Mandailing, Tamihang, negara Perlak
2. Padang Lwas dengan
Samudra serta Lamuri, Batan, Lampung dan juga Barus. Itulah terutama
negara-negara Melayu yang telah tunduk.
Negara-negara di pulau Tanjungnegara : Kapuas-Katingan, Sampit, Kota Ungga, Kota Waringin, Sambas, Lawai ikut tersebut.
Pupuh 14
1.
Kadandangan, Landa, Samadang dan Tirem tak terlupakan. Sedu, Barune,
Kalka, Saludung, Solot dan juga Pasir Barito, Sawaku, Tabalung, ikut
juga Tanjung Kutei. Malano tetap yang terpenting di pulau Tanjungpura.
2.
Di Hujung Medini, Pahang yang disebut paling dahulu. Berikut
Langkasuka, Saimwang, Kelantan serta Trengganu Johor, Paka, Muar,
Dungun, Tumasik, Kelang serta Kedah Jerai, Kanjapiniran, semua sudah
lama terhimpun.
3. Di sebelah Timur Jawa seperti yang berikut:
Bali dengan negara yang penting Badahulu dan Lo Gajah. Gurun serta
Sukun, Taliwang, pulau Sapi dan Dompo Sang Hyang Api, Bima. Seran,
Hutan Kendali sekaligus.
4. Pulau Gurun, yang juga biasa disebut
Lombok Merah. Dengan daerah makmur Sasak diperintah seluruhnya.
Bantayan di wilayah Bantayan beserta kota Luwuk. Sampai Udamakatraya
dan pulau lain-lainnya tunduk.
5. Tersebut pula pulau-pulau
Makasar, Buton, Banggawi, Kunir, Galian serta Salayar, Sumba, Solot,
Muar. Lagi pula Wanda (n), Ambon atau pulau Maluku, Wanin, Seran, Timor
dan beberapa lagi pulau-pulau lain.
Sumber :
Buku tafsir Sejarah Nagara Kretagama, Prof Dr. Slamet Muljana, Penerbit LKIS,Yogyakartam edisi cetakan 2006.
----------------------------------------------------------------------------------
Dari
Pupuh 13 butir 1 dan 2 di atas, terlihat dengan jelas beberapa nama
wilayah yang oleh para ahli etnologi dan budaya serta ahi linguistic
saat ini diklasifikasikan sebagai bagian dari rumpun besar etnis Batak.
- Toba,
- Pane Kampe,
- Haru,
- Mandailing,
- Padang Lwas (Padang Lawas),
- Samudra (Samudra Pasai / Gayo),
- Lamuri (Alas).
- Barus.
Untuk
diketahui, berdasarkan uraian kitab Nagarakretagama ini pula dikatahui
bahwa sebelumnya seluruh wilayah di atas bersama dengan wilayah lain
seluruh isi pada Pupuh 13 butir 1 & 2, pada mulanya adalah wilayah
taklukan Kerajaan Melayu (diperkirakan adalah Kerajaan Sriwijaya).
Dengan
penaklukan secara militer kerajaan Melayu oleh Majapahit, maka secara
otomatis kerajaan-kerajaan taklukan / bawahan di bawahnya ikut menjadi
bawahan dari Kerajaan Majapahit yang berpusat di sekitar Jawa Timur.
Berdasarkan cerita rakyat, tambo, legenda, dan prasasti local di
bebrbagai daerah di Sumatera sering juga ditemukan kisah ekspedisi
militer angkatan laut ataupun angkatan darat Majapahit ke daerah-daerah
di atas secara terpisah dalam garis komando penaklukan wilayah secara
bertahap.
Secara historical didapatkan informasi sejarah otentik
bahwa pada abad ke 14 M di wilayah Sumatera Bagian Utara mulai dari
Tanah Gayo (Samudera Pasai), Alas, Singkil, Barus, Toba, Karo,
Simalungun, Mandailing, Padang Lawas telah didapatkan beberapa kerajaan
beretnis Batak kuno. Walaupun tidak jelas secara historical apakah
mereka memang pada saat itu telah menggunakan bahasa-bahasa Batak atau
bahasa-bahasa kuno lain yang kemudian menjadi cikal bakal bahasa-bahasa
berbagai etnis Batak.
Hal itu juga menunjukkan bahwa
sesungguhnya sejarah bangsa Batak sudah dimulai jauh sebelum abad ke 14
M. Dalam arti peradaban etnis Batak sebagai bangsa berbudaya non suku
primitive telah lama diketahui. Sehingga boleh dikatakan bahwa bangsa
Batak dan bangsa-bangsa taklukan lainnya di atas, sesungguhnya telah
menjadi bangsa dengan system pemerintahan, adat, dan budaya tinggi
sejak ribuan tahun yang lalu. Hal ini berbeda dengan beberapa suku
primitive lain yang kemudian baru dinaikkan harkatnya sebagai manusia
dari dunia primitive sejak jaman Belanda atau jaman Kemerdekaan
Republik Indonesia.
Hubungan Kitab Nagarakretagama dengan Arsip Bakkara
Yang
menjadi pertanyaan saat ini adalah bila kita jeli melihat data sejarah
tertulis dari Kitab Nagarakretagama di atas, maka akan semakin terbuka
wawasan kita akan hubungan tulisan di atas dengan Arsip Bakkara. Arsip
Bakkara adalah Kitab Kuno tertulis dari sejarah Kerajaan Batak yang
terdiri dari 24 jilid yang tebal-tebal dan lebar. Ditemukan di Bakkara
peninggalan Raja Sisingamangaradja X dari Dinasti Raja-raja
Sisingamangaradja yang bermarga Sinambela. Dalam arsip ini dituliskan
bahwa di masa sebelumnya ada Kerajaan Batak kuno yang telah memerintah
selama 104 generasi raja-raja dari Dinasti Sorimangaradja yang bermarga
Sagala. Dinasti Sisingamangaradja dari marga Sinambela adalah pelanjut
dari Dinasti Sorimangaradja bermarga Sagala.
Selain itu juga
banyak peninggalan sejarah dan catatan kuno kerajaan-kerajaan Batak
lainnya yang lebih kurang sejaman, seperti Haru, Mandailing, Samudra
Pasai, Pane, Barus, dll yang menunjukkan bahwa pada masa yang relative
bersamaan di wilayah tersebut telah ada kerajaan-kerajaan beretnis
Batak kuno lainnya.
Kota Barus sudah disebutkan sebagai Pelabuhan sejak Ratusan tahun sebelum Masehi.
Itu
menunjukkan bahwa keberadaan Kerajaan Batak sudah mencapai lebih dari
2000 thn, bila mengestimasi masa usia berketurunan setiap generasi
adalah rata-rata usia 25-30 thn. Ini juga berarti sejarah tidak
berbohong dalam menuliskan bahwa Kota Barus sebagai salah satu kota
pelabuhan international telah disebutkan oleh Ptelomeus beberapa ratus
tahun sebelum masehi. Bila dipercaya bahwa penduduk kota Barus saat itu
adalah dari etnis Batak, maka tidak diragukan lagi bahwa orang Batak
sudah berbudaya sejak lama.
Hubungannya dengan Keberadaan Si Radja Batak
Terkait
sejarah di atas, maka beberapa hubungan silsilah orang Batak khsususnya
Toba tentang asal mula mereka dari Si Radja Batak menjadi agak
terpinggirkan. Sebab bila menghitung urutan generasi dari Tarombo Batak
hingga generasi saat ini didapatkan data bahwa masa hidup Si Radja
Batak adalah kurang lebih sama dengan masa pendudukan Majapahit
tersebut di atas, atau kalau diestimasi lebih kuno lagi pada masa
pendudukan Sriwijaya.
Sehingga beberapa ahli sejarah menduga
bahwa Si Radja Batak sesungguhnya adalah seorang Raja vassal yang
dikirim oleh Kerajaan Sriwijaya atau bisa juga oleh Majapahit untuk
memerintah di Tanah Batak Toba. Pada saat itulah dimulai perhitungan
awal generasi etnis Batak di Sumatera Utara, khususnya di Toba. Dalam
perkembangannya terjadi proses Batakisasi kepada etnis lain yang
menjadi rakyatnya atau di sekitarnya dalam jangka waktu yang cukup
panjang.
Pada akhirnya semua terhimpun menjadi Suku Batak dengan
berbagai puak-puaknya karena sebab penaklukan dan hubungan perkawinan.
Menurut para ahli hal ini bukan tidak mungkin, karena ditemukan banyak
peninggalan Candi dan peninggalan kuno bercorak Hindu & Budha,
misalnya di Portibi Tapsel, Padang Lawas, serta didapatkan juga di
Tanah Simalungun. Saat ini di daerah-daerah tersebut semuanya dihuni
oleh etnis yang mengusung budaya-budaya varian Batak, sehingga hampir
tidak terlihat korelasinya dengan peninggalan sejarah tersebut.
Pendapat lain Kemungkinan Masa Kehidupan Si Radja Batak
Bila
mengacu peninggalan otentik sejarah tertulis dan mengadopsi keberadaan
Tarombo Batak mengenai eksistensi Si Radja Batak, beberapa pakar lain
menduga bahwa telah terjadi missing link dari generasi Si Radja Batak
kepada generasi awal mula terbentuknya marga selama ratusan tahun.
Menilik sejarah, diperkirakan tahun kehidupan Si Radja Batak bila
memang ada dan bukan sekedar cerita legenda saja, maka tentulah beliau
hidup beberapa abad sebelum Masehi.
Hal ini dikemukana dengan
memperhatikan bahwa salah satu keturunannya yaitu Marga Sagala dari
belahan garis Guru Tateabulan telah menjadi maharaja Batak selama lebih
dari 100 generasi dalam Dinasti Sorimangaradja. Dinasti ini kemudian
digantikan oleh Dinasti lain yaitu Sisingamangaradja dari marga
Sinambela yang berasal dari belahan keturunannya yang kedua yaitu Raja
Isombaon.
Ini berarti telah terjadi kehilangan Link yang
sangat panjang dalam sejarah silsilah Suku Batak. Kemungkinannya adalah
bahwa sebagian besar pemakaian nama marga memang baru terbentuk dalam
selang waktu berabad-abad dari beberapa marga lainnya. Sehingga saat
memulai system Tarombo pada masa itu, mereka langsung mengkaitkannya
dengan Si Radja Batak sebagai asal muasal keturunan Suku Batak. Padahal
ada selang generasi yang sangat panjang antara tahun kehidupan Si Radja
Batak dengan awal mula perhitungan tarombo yang berkisar dimulai lebih
kurang abad ke-12 M -13 M. Hal ini ditemukan bila melihat garis filiasi
mayoritas marga Batak yang ada saat ini umumnya baru mencapai bilangan
belasan hingga puluhan saja.
Masih perlu penelitian lebih jauh
dan akurat hingga dapat ditemukan perpaduan data sejarah yang
benar-benar otentik dengan tarombo yang pada dasarnya juga merupakan
peninggalan sejarah bagi setiap marga pengusungnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar