Minggu, 18 April 2010

Budaya Suku Batak



SEJARAH
Kerajaan batak didirikan oleh seorang Raja dalam negeri Toba sila-silahi (silalahi) lua’ Baligi (Luat Balige), kampung Parsoluhan, suku Pohan. Raja yang bersangkutan adalah Raja Kesaktian yang bernama Alang Pardoksi (Pardosi). Masa kejayaan kerajaan Batak dipimpin oleh raja yang bernama. Sultan Maharaja Bongsu pada tahun 1054 Hijriyah berhasil memakmurkan negerinya dengan berbagai kebijakan politiknya.

DESKRIPSI LOKASI
Suku bangsa Batak dari Pulau Sumatra Utara. Daerah asal kediaman orang Batak dikenal dengan Daratan Tinggi Karo, Kangkat Hulu, Deli Hulu, Serdang Hulu, Simalungun, Toba, Mandailing dan Tapanuli Tengah. Daerah ini dilalui oleh rangkaian Bukit Barisan di daerah Sumatra Utara dan terdapat sebuah danau besar dengan nama Danau Toba yang menjadi orang Batak. Dilihat dari wilayah administrative, mereka mendiami wilayah beberapa Kabupaten atau bagaian dari wilayah Sumatra Utara. Yaitu Kabupaten Karo, Simalungun, Dairi, Tapanuli Utara, dan Asahan.

UNSUR BUDAYA

A. Bahasa
Dalam kehidupan dan pergaulan sehari-hari, orang Batak menggunakan beberapa logat, ialah: (1)Logat Karo yang dipakai oleh orang Karo; (2) Logat Pakpak yang dipakai oleh Pakpak; (3) Logat Simalungun yang dipakai oleh Simalungun; (4) Logat Toba yang dipakai oleh orang Toba, Angkola dan Mandailing.

B. Pengetahuan
Orang Batak juga mengenal sistem gotong-royong kuno dalam hal bercocok tanam. Dalam bahasa Karo aktivitas itu disebut Raron, sedangkan dalam bahasa Toba hal itu disebut Marsiurupan. Sekelompok orang tetangga atau kerabat dekat bersama-sama mengerjakan tanah dan masing-masing anggota secara bergiliran. Raron itu merupakan satu pranata yang keanggotaannya sangat sukarela dan lamanya berdiri tergantung kepada persetujuan pesertanya.

C. Teknologi
Masyarakat Batak telah mengenal dan mempergunakan alat-alat sederhana yang dipergunakan untuk bercocok tanam dalam kehidupannya. Seperti cangkul, bajak (tenggala dalam bahasa Karo), tongkat tunggal (engkol dalam bahasa Karo), sabit (sabi-sabi) atau ani-ani. Masyarakat Batak juga memiliki senjata tradisional yaitu, piso surit (sejenis belati), piso gajah dompak (sebilah keris yang panjang), hujur (sejenis tombak), podang (sejenis pedang panjang). Unsur teknologi lainnya yaitukain ulos yang merupakan kain tenunan yang mempunyai banyak fungsi dalam kehidupan adat Batak.

D. Organisasi Sosial
a. Perkawinan
Pada tradisi suku Batak seseorang hanya bisa menikah dengan orang Batak yang berbeda klan sehingga jika ada yang menikah dia harus mencari pasangan hidup dari marga lain selain marganya. Apabila yang menikah adalah seseorang yang bukan dari suku Batak maka dia harus diadopsi oleh salah satu marga Batak (berbeda klan). Acara tersebut dilanjutkan dengan prosesi perkawinan yang dilakukan di gereja karena mayoritas penduduk Batak beragama Kristen.
Untuk mahar perkawinan-saudara mempelai wanita yang sudah menikah.

b. Kekerabatan
Kelompok kekerabatan suku bangsa Batak berdiam di daerah pedesaan yang disebut Huta atau Kuta menurut istilah Karo. Biasanya satu Huta didiami oleh keluarga dari satu marga.Ada pula kelompok kerabat yang disebut marga taneh yaitu kelompok pariteral keturunan pendiri dari Kuta. Marga tersebut terikat oleh simbol-simbol tertentu misalnya nama marga. Klen kecil tadi merupakan kerabat patrilineal yang masih berdiam dalam satu kawasan. Sebaliknya klen besar yang anggotanya sdah banyak hidup tersebar sehingga tidak saling kenal tetapi mereka dapat mengenali anggotanya melalui nama marga yang selalu disertakan dibelakang nama kecilnya, Stratifikasi sosial orang Batak didasarkan pada empat prinsip yaitu : (a) perbedaan tigkat umur, (b) perbedaan pangkat dan jabatan, (c) perbedaan sifat keaslian dan (d) status kawin.

E. Mata Pencaharian
Pada umumnya masyarakat batak bercocok tanam padi di sawah dan ladang. Lahan didapat dari pembagian yang didasarkan marga. Setiap kelurga mandapat tanah tadi tetapi tidak boleh menjualnya. Selain tanah ulayat adapun tanah yang dimiliki perseorangan .
Perternakan juga salah satu mata pencaharian suku batak antara lain perternakan kerbau, sapi, babi, kambing, ayam, dan bebek. Penangkapan ikan dilakukan sebagian penduduk disekitar danau Toba.
Sektor kerajinan juga berkembang. Misalnya tenun, anyaman rotan, ukiran kayu, temmbikar, yang ada kaitanya dengan pariwisata.

F. Religi
Pada abad 19 agama islam masuk daerah penyebaranya meliputi batak selatan . Agama kristen masuk sekitar tahun 1863 dan penyebaranya meliputi batak utara. Walaupun d emikian banyak sekali masyarakat batak didaerah pedesaan yang masih mmpertahankan konsep asli religi pendduk batak. Orang batak mempunyai konsepsi bahwa alam semesta beserta isinya diciptakan oleh Debeta Mula Jadi Na Balon dan bertempat tinggal diatas langit dan mempunyai nama-nama sesuai dengan tugasnya dan kedudukanya . Debeta Mula Jadi Na Balon : bertempat tinggal dilangit dan merupakan maha pencipta; Siloan Na Balom: berkedudukan sebagai penguasa dunia mahluk halus. Dalam hubungannya dengan roh dan jiwa orang batak mengenal tiga konsep yaitu : Tondi: jiwa atau roh; Sahala : jiwa atau roh kekuatan yang dimiliki seseorang; Begu : Tondinya orang yang sudah mati. Orang batak juga percaya akan kekuatan sakti dari jimat yang disebut Tongkal.

G. Kesenian
Seni Tari yaitu Tari Tor-tor (bersifat magis); Tari serampang dua belas (bersifat hiburan). Alat Musik tradisional : Gong; Saga-saga. Hasil kerajinan tenun dari suku batak adalah kain ulos. Kain ini selalu ditampilkan dalam upacara perkawinan, mendirikan rumah, upacara kematian, penyerahan harta warisan, menyambut tamu yang dihormati dan upacara menari Tor-tor. Kain adat sesuai dengan sistem keyakinan yang diwariskan nenek moyang .

NILAI BUDAYA

1. Kekerabatan
Nilai kekerabatan masyarakat Batak utamanya terwujud dalam pelaksanaan adat Dalian Na Talu, dimana seseorang harus mencari jodoh diluar kelompoknya, orang-orang dalam satu kelompok saling menyebut Sabutuha (bersaudara), untuk kelompok yang menerima gadis untuk diperistri disebut Hula-hula. Kelompok yang memberikan gadis disebut Boru.
2. Hagabeon
Nilai budaya yang bermakna harapan panjang umur, beranak, bercucu banyak, dan yang baik-baik.
3. Hamoraan
Nilai kehormatan suku Batak yang terletak pada keseimbangan aspek spiritual dan meterial.
4. Uhum dan ugari
Nilai uhum orang Batak tercermin pada kesungguhan dalam menegakkan keadilan sedangkan ugari terlihat dalam kesetiaan akan sebuah janji.
5. Pengayoman
Pengayoman wajib diberikan terhadap lingkungan masyarakat, tugas tersebut di emban oleh tiga unsur Dalihan Na Tolu.
6. Marsisarian
Suatu nilai yang berarti saling mengerti, menghargai, dan saling membantu.

ASPEK PEMBANGUNAN
Aspek pembangunan dari suku Batak yaitu masuknya sistem sekolah dan timbulnya kesempatan untuk memperoleh prestise social. Terjadinya jaringan hubungan kekerabatan yang berdasarkan adat dapat berjalan dengan baik. Adat itu sendiri bagi orang Batak adalah suci. Melupakan adat dianggap sangat berbahaya.

Pengakuan hubungan darah dan perkawinan memperkuat tali hubungan dalam kehidupan sehari-hari. Saling tolong menolong antara kerabat dalam dunia dagang dan dalam lapangan ditengah kehidupan kota modern umum terlihat dikalangan orang Batak. Keketatan jaringan kekerabatan yang mengelilingi mereka itulah yang memberi mereka keuletan yang luar biasa dalam menjawab berbagai tantangan dalam abad ini.

DAFTAR PUSTAKA :

  • Hidayah, Zuliyani
  • 1997 Ensiklopedia Suku Bangsa di Indonesia. Jakarta: LP3ES Koentjaraningrat
  • 1971 Manusia dan kebudayaan di Indonesia. Jakarta: Djambatan Melalatoa, M. Junus
  • 1997 Ensiklopedi Suku Bangsa di Indonesia. Jakarta: Departemen Pendidikan dan kebudayaan
Obat mangubah pardompakan si roa balangs gabe gantengs

Dang SUPERMEN ahu bah ,
Jadi sebenarna ise do ho lae . . .
 

Asal dan Usul

Dari berbagai sumber umum yang ada di Silalahi Nabolak, asal usul marga Silalahi berasal dari Raja Parmahan, klan Sondi Raja (Rumasondi), cucu Raja Silahi Sabungan dari turpuk Sondiraja. Raja Parmahan yang diambil paksa oleh Tuan Sihubil, putra Sibagotni Pohan, yang diutus untuk menemui Raja Silahi Sabungan untuk diminta ke Balige oleh Sibagotni Pohan. Sibagotni Pohan merupakan kakak tertua Raja Silahi Sabungan, Siraja Oloan dan Sipaittua. Raja Silahi Sabungan tinggal di Huta Lahi disebut juga Silalahi Nabolak.

Tuan Sihubil kemudian dinobatkan sebagai penggati Sibagotni Pohan yang telah tua sebagai peimpin keturunan Sibagotni Pohan di Lumban Gorat, Balige. Sebagai tanda hubungan darah keturunan antara Sibagotnipohan dan Silahi Sabungan, Tuan Sihubil kemudian mengangkat Raja Bunga-bunga sebagai anaknya dan menggati namanya menjadi Raja Parmahan. Tuan Sihubil kemudian memberi marga SILALAHI kepada Raja Parmahan. Sebelumnya, Tuan Sihubil belum memiliki keturunan (anak). Namun tidak lama, Tuan Sihubil kemudian mendapatkan keturunan dan digelarinya marga Tampubolon. Kelak, Tampubolon disandingkan dengan Silalahi (padan) sebagai kakak-adik di Balige. Itu sebabnya di Balige, Silalahi dan Tampubolon tidak diijinkan saling mengawini.


Raja Parmahan Silalahi
Raja Parmahan kemudian tinggal di Balige, ulayat yang diberikan Tuan Sihubil kepadanya dibangunlah kampung Silalahi di Hinalang, Balige. Raja Parmahan kemudian menikahi Boru Pasaribu sebagai istri (parsondukbolon). Menurut turi-turian ( dan ini telah diabadikan pada Tugu Makan Raja Parmahan Silalahi di Silalahi Balige ), Raja Parmahan Silalahi mempunyai empat keturunan yang diberikan yang dinamainya menurut marga saudaranya di Huta Lahi ( sekarang : Silalahi Nabolak ). Keturunan Raja Parmahan diantaranya : Sihaloho, Sinagiro, Sinabang dan Sinabutar. Saat ini, diantara mereka juga banyak memakai marga Silalahi, setelah dianjurkan pada peresmian Tugu Makam Raja Silahi Sabungan si Silalahi Nabolak, dengan tujuan tidak "nyaru" dengan marga-marga lainnya di Silalahi Nabolak.

Selain telah diabadikan pada Tugu Makam Raja Silahi Sabungan di Sialahi Nabolak,  maka pada buku "Kamus Budaya Batak Toba" karangan M.A. Marbun dan I.M.T. Hutapea, terbitan Balai Pustaka, Jakarta, 1987, diuraikan Tarombo keturunan Raja Silahi Sabungan adalah sebagai berikut :

(1) Urutan marga Keturunan Raja Silahi Sabungan ialah :

  • Laho Raja , keturunannya : Sihaloho.
  • Tungkir Raja, keturunannya : Situngkir, Sipangkar, Sipayung.
  • Sondi Raja, keturunannya : Ruma Sondi, Rumasingap, Silalahi, Sihaloho, Sinabutar, Sinabang, Sinagiro,Naiborhu, Nadapdap, Sinurat, Dolok Saribu.
  • Butar Raja, keturunannya : Sidabutar.
  • Bariba Raja, keturunannya : Sidabariba
  • Debang Raja : Sidebang
  • Baturaja : Pintubatu, Sigiro.
  • Tambun Raja : Tambun, Tambunan
Catatan :
Hal ini senada dengan apa yang tertera di Tugu Makam Raja Silahi Sabungan di Silalahi Nabolak. Nama-nama yang tertera di Makam/Tugu Raja Silahi Sabungan di Silalahi Nabolak adalah ke-8 Raja turpuk, yaitu : Loho Raja, Tungkir Raja, Sondi Raja, Butar Raja, Bariba Raja, Debang Raja, Batu Raja, Tambun Raja.


Sedangkan marga keturunan 8 Raja Turpuk lainnya tidak tertera lagi karena mereka adalah turunan dari ke depalan (8) anak Raja Silahi Sabungan dan bukan terlahir dari  Silalahi Nabolak. Seperti : Sipangkar, Sipayung, Silalahi, Sinurat, Doloksaribu, Nadapdap, Sinabutar, Sinabang, Naiborhu, Tambun, Tambunan, Daulay, Keloko, Sinulaki, Sinupayung, Sinupangkar

(2) Keturunan Rumasondi, anak Sondi Raja ialah :
  • Bolon Raja
  • Raja Parmahan ( di Hinalang Balige dinobatkan marga Silalahi dan memiliki padan dengan marga Tampubolon , keturunan Tuan Sihubil).
(3) Keturunan Tambun Raja ialah :
  • Tambun Mulia
  • Tambun Saribu
  • Tambun Marbun.
Kemudian Tambun Mulia menurunkan keturunana Tambun Uluan dan Tambun Holing. Keturunan Tambun Uluan umumnya memekai marga marbun. Sedangkang Tambun Holing membukan kampung Tambunan, sehingga keturunannya umumnya memakai marga Tambunan. Sebagaimana huta Tambunan yang terbagi tiga, yaitu : Pagaraji, Baruara dan Lumbanpea, marga Tambunan juga kemudian dibedakan menurut kampung mereka, yaitu : Tambunan Pagaraji, Tambunan Baruara dan Tambunan Lumbanpea.
Ketika Tambun Raja kembali dari Silalahi Nabolak ke Sibisa, disana ia diberi gelari oleh pamannya ( klan Raja Mangarerak Nairasaon ) dengan gelar Raja Itano. Dari gelar itu kemudian keturunannya kadang menyebut Tambun Raja menjadi Siraja Tambun. Hanya saja , di Silalahi Nabolak ia tetap di sebut Tambun Raja.

(4) Keturunan Raja Parmahan (Marga Silalahi) ialah :
  • Sihaloho
  • Sinagiro, keturunannya marga Naiborhu
  • Sinabang
  • Sinabutar, keturunannya memakai marga : Sinurat, Nadapdap, Dolok Saribu
Setelah dianjurkan pasca peresmian Tugu Makam Raja Silahi Sabungan di Silalahi Nabolak , keturunan ini kemudian banyak memakai marga Silalahi , yang keturunannya menyebar sampai ke Pangururan Samosir dan Batak Timur ( Simalungun ).  Saat ini, sudah didirikan  Tugu-Makam Raja Parmahan Silalahi di Desa Hinalang Silalahi, Balige.


Pahatan Tarombo Raja Bunga-bungan alias Raja Parmahan
pada Tugu Makam Raja Parmahan Silalahi
di desa Silalahi Hinalang , Pagarbatu, Balige.

Perciknya untuk Leluhur

Rabu, 4 Maret 2009
Fungsi daun sirih juga untuk penghormatan untuk para leluhur. Bagi masyarakat Batak, daun sirih menjadi hal yang sangat penting ketika akan berziarah.

Sebagian marga di tanah Batak biasanya memiliki tugu sebagai perlambang leluhur mereka. Seperti halnya Tugu Silalahi yang dibangun dengan biaya tidak sedikit. Tugu yang terletak di Kecamatan Silalahi, Kabupaten Dairi, dibangun dengan biaya tidak sedikit, khusus untuk menghormati raja Silahi Sabungan.

Kabarnya, dalam tugu setinggi 30 meter ini tersimpan tulang belulang keturunan Raja Silahi Sabungan. Siapapun orang Batak bermarga Silalahi, dimana pun mereka berada, pasti pernah datang ke tempat ini. Relief ini memperlihatkan Raja Silahi Sabungan dan keturunannya.

Silahi Sabungan adalah putra ketiga dari si Raja Batak yang dipercaya sebagai asal muasal orang Batak. Dan dari Raja Silahi Sabungan lahirlah anak yang bermarga Silalahi dan Tambunan.

Menjelang Pesta Bolon (besar), semua keturunan Silahi Sabungan berkumpul di tugu. Sesajinya adalah daun sirih dan jeruk purut. Dalam pesta adat bolon, daun sirih dan jeruk purut seolah menjadi primadona. Hingga para pedagang pun ikut menikmatinya.

Disini, harga daun sirih dan jeruk purut paling mahal di Indonesia. Selembar daun ini harganya bisa mencapai Rp. 10 ribu. Mereka percaya, daun sirih dan jeruk purut bisa membersihkan jiwa. Ritual adat pada masa lalu masih mereka gunakan hingga saat ini, kendati di sana–sini sudah mengalami perubahan. Pemuka adat keturunan Silalahi Sabungan memimpin ritual.

Selain dari daun sirih dan jeruk purut, beras kuning juga dipersembahkan sebagai sesaji bagi sang leluhur. Ritual ini bernama manguras horbo atau menyembelih kerbau. Ritual dilakukan diluar rumah adat bolon yang menjadi pusat kegiatan.

Mereka akan persembahkan kepada leluhur, agar pesta adat berjalan lancar. Bagi orang Batak, kerbau adalah hewan yang pantas untuk dikurbankan kepada Tuhan semesta alam dan leluhur mereka. Kerbau didandani dengan hiasan lambe atau janur kuning.

Dagingnya dimasak untuk santapan bagi ribuan tamu keturunan Silalahi. Acara berlanjut dengan ritual peletakan batu pertama di pemukiman tambun, yang jaraknya sekitar 5 km dari tugu.

Kaum wanitanya membawa semua hasil bumi dan alat–alat untuk ritual. Peletakan batu pertama merupakan ritual pemberian tanah kepada salah satu keturunan raja Silahisabungan, yakni Tambun Raja yang hingga saat ini masih belum memiliki tanah adat. Penyematan ulos dan pembacaan ikrar bersama adalah tanda bahwa mereka berasal dari keturunan yang sama. Ritual berlangsung meriah karena diiringi bunyi serunai, gondang, dan tarian tor-tor yang mereka sakralkan.(jafar/sumber terpilih)

Kronologis Makam Oppu Raja SilahiSabungan

Sesuai dengan permintaan dari Oppu Silahisabungan sebelum meninggal untuk dikuburkan dekat dengan hulahulanya Ompu Raja Bolon maka saat dia meninggal dikuburkanlah di dolok Parmasan Pangururan (Parmasan = bukit tempat Emas, karena suku batak berprinsip tengkorak dan tulang belulang orang tua adalah seperti Emas/barang berharga), semenjak dari situ keturunannya turun temurun yakni Silalahi, Si 7 turpuk (Sihaloho, Situkkir, Rumasondi, Sinabutar, Sinabariba, Sinabang, Pintubatu dan Raja Tambun mengetahui disanalah kuburannya.

Thn 1898 saat Raja Tuderik Tambunan menjabat suatu jabatan penting di Pangurunan dia sangat menghormati kuburan oppungnya dan berpikir maju kedepan dengan berinisiatif mencacat keberadaan kuburan tersebut.
Pada thn 1928 dan 1936 rombongan musik tiup yang terdiri dari Tambunan Lumbanpea, Tambunan Batuara dan Tambunan Pagaraji melakukan jiarah dan penghormatan kemakam Oppu Raja Silahisabungan yang ada di dolok Parmasan Pangururan.

Keberadan makam yang sudah ratusan tahun, kelihatan sederhana sesuai dengan keadaan masa itu hanya ditandai dengan batu nisan dan ditumbuhi bunga liar
Sehingga thn 1947 yang diketuai Abdul Malik Tambunan membentuk Panitia pemugaran makam Oppu Raja Silahisabungan, namun rencana itu terhenti karena masuknya Belanda ke Pangururan thn 1948.

Sekitar thn 1968 ada rencana pendirian Tugu (monument) untuk Oppu Raja Silahi sabungan di Paropo Huta Silalahi Nabolak, hal itupun disambut baik oleh seluruh keturunannya Baik Silalahi, Si 7 turpuk dan siraja Tambun, mubespun berjalan dgn baik, namun ditengah mubes terjadi penyimpangan tarombo yang dilakukan panitia tarombo dgn tidak mencantumkan Silalahi sebagai anak Silahisabungan, hal itupun memacu pertentangan yang a lot hingga Silalahi dan Raja Tambun melakukan walkout dari forum.
Tidak sampai disitu si 7 turpukpun ingin memindahkan saring-saring (kerangka Oppu silahisabungan yang ada di dolok parmasan ke tugu yang direncanakan, hal itupun tidak diijinkan Silalahi dan Raja Tambun.
Walau tdk diikuti Silalahi dan Raja Tambun pembangunan tugupun tetap dilakukan si 7 turpuk hingga tgl 23-27 -1981 diresmikan.
Untuk menjaga kemungkinan terburuk Silalahi dan Raja Tambun berinisiatif untuk memugar kembali Kuburan oppu silahisabungan degan mendirikan tambak na pir dan kokoh lengkap dengan patung silahisabungan dengan patung ke tiga istrinya serta dihiasi relief perjalanan hidup silahisabungan. Dalam pemugaran itu tetap tidak menghilangkan nisan yang lama karena sampai sekarang ada terlihat didalam bangunan tambak tersebut.

Terjadinya Padan Silalahi dengan Tampubolon

TERJADINYA PADAN SILALAHI DENGAN TAMPUBOLON
Kemarau panjang di huta Balige Raja sudah diambang batas hingga membuat rumput dan tumbuh-tumbuhan menjadi kering dan ternakpun banyak yang mati, hal itu sangat meresahkan Sibagot nipohan yang menjadi pewaris tahta dari Tuan Sorbadibanua.
Mengingat sepanjang pemerintahan ayahnya Tuan Sorbanibanua, hal ini belum pernah terjadi hingga membuatnya cemas dan bertanya kepada orang pintar.
Singkat cerita setelah di lakukan ritual kepada Mulajadi Nabolon, tirai misteripun terungkap bahwa semua itu terjadi karena ulah Sibagot nipohan yang membuat kesalahan hingga adek-adeknya Sipaettua , Silahisabungan dan Sirajaoloan sakit hati hingga pergi meninggalkan huta Balige Raja.
Adapun satu-satunya syarat agar kemarau panjang bisa berakhir menurut petunjuk orang pintar tersebut, Sibagot nipohan harus mengumpulkan adek-adeknya untuk minta maaf dan berdamai.
Hal itupun tidak disia-siakan Sibagotnipohan dan segera menyuruh anaknya Tuan Sihubil dan ditemani pengawalnya.
Huta Laguboti menjadi persinggahan pertama mereka utk menemui Sipaettua, setelah Tuan sihubil menceritakan keadaan di Balige Raja Sipaettuapun bersedih dan menyanggupi untuk datang segera. Selanjutnya Tuan Sihubil berangkat ke Bakkara menemui Sirajaoloan dan menceritakan kejadian yang menyedihkan itu hingga Siraja oloanpun siap untuk datang sesuai dengan hari yang ditetapkan.
Perjalanan jauhpun terbentang dihadapan Tuan Sihubil untuk menuju Huta Tolping Samosir tempat tinggal Silahisabungan yang belum tentu juga ada disitu, karena Silahisabungan sering mardua huta ke Paropo tempat istri ke duanya dan ke huta lain untuk mengobati.
Namun hari yang baik juga yang menyertai Tuan Sihubil hingga mereka bertemu di Tolping dan menyampaikan pesan ayahnya untuk datang ke huta Balige Raja serta menceritakan seluruh kejadian yang terjadi Huta Balige Raja, mendengar penjelasan keponakannya yakni Tuan Sihubil hatinyapun miris, namun karena janjinya “Tidak akan mau melihat asap dapur dari abangnya Sibagotnipohan” diapun dengan berat hati menolak ajakan Tuan Sihubil.
Berbagai cara dilakukan Tuan Sihubil untuk mengajak bapa udanya Silahisabungan, namun sedikit pun hati Silahisabungan tidak tergerak membuat Tuan Suhubil merasa putus asa dan ingin pulang dengan tangan hampa.
Namun kembali terbayang derita yang dialami seluruh penghuni kampungnya dan wajah ayahnya Sibagotnipohan yang sudah mulai tua hingga dia tetap bertahan di Tolping dan berusaha membujuk Silahisabungan.
Sebagai seorang panglima yg ditugaskan yang tentu sudah berpengalaman, Tuan Sihubilpun tidak habis akal, dia berpikir kekerasan hati Silahisabungan sepertinya tidak dapat diluluhkan dengan cara bujukan, berarti harus dilakukan dengan paksa yakni dengan cara menculik cucunya anak dari Silalahi Raja yang kebetulan sedang marmahan (mengembala).
Missipun segera dilakukan dan menangkap ke tiga anak dari Silalahi Raja yakni Raja Tolping, Bursok Raja dan Raja bunga-bunga yg paling kecil.
Si Raja Tolping yg paling besar meronta dan berhasil melarikan diri, begitu juga Si Bursok Raja terus meronta disepanjang perjalanan hingga membuat solu yang dikendarai Tuan Sihubil tidak stabil hingga diputuskan untuk dilepas saat melewati Tano Ponggol Pangururan.
Tinggal Rajabunga-bunga yg paling kecil akhirnya dibawa Tuan Sihubil hingga ke Balige Raja.
Mendengar cucunya diculik oleh Tuan Sihubil, Silahisabunganpun geram dan segera mengajak anaknya Silalahi Raja untuk mengayuh solunya mengejar Tuan Sihubil
Namun selang waktu yang begitu jauh membuat Tuan Sihubil lebih dulu tiba di Balige Raja dan membawa Raja Bunga-bunga ke hadapan ayahnya Sibagotnipohan.
Sibagotnipohanpun heran melihat anak tersebut dan menanyakan anak siapa ini,
Tuan Sihubil segera menceritakan semuanya dan tentang penolakan Silahisabungan untuk datang ke Balige Raja hingga berinisiatif menculik cucunya untuk memancing kedatangannya.
Belum sempat memberikan sanggahan tiba-tiba langit mendung dan guruh menggelegar serta halilintar sambar-menyambar dan hujanpun segera turun dengan lebat, melihat situasi itu Sibagotnipohan sudah tau bahwa Silahisabungan sudah tiba di Balige Raja

Singkat cerita Silahisabunganpun meminta pertanggung jawaban atas ulah Tuan Sihubil yang menculik cucunya yang tidak tau asal muasal pertentangan diantara mereka, namun dengan permohonan maaf dari Sibagotnipohan dan bujukan dari Sipaettua dan Siraja oloan hatinyapun terobati.
Dengan kehadiran adek-adeknya hingga hujanpun turun di Balige Raja Sibagotnipohanpun mengadakan pesta besar dan mengundang seluruh penghuni kampung untuk merayakan kejadian itu.
Mengingat suasana yg berbahagia itu dan untuk mengikat tali persaudaraan diantara mereka Tuan Sihubil yang sudah menculik Raja Bunga-bunga mengusulkan untuk mengangkatnya jadi anak dan menjadi adik dari Tampubolon anaknya, yang memang kalau dirunut dari silsilah mereka satu generasi.
Hal itupun disetujui kedua belah pihak dan dibuatlah padan diantara Raja Bunga-bunga Silalahi dengan Tampubolon yakni sisada lulu anak sisada lulu boru, Tampubolonlah Dahahang doli, Silalahilah Anggi doli kelak sampai selama-lamanya.
Tuan Sihubilpun memeluk Silalahi Raja dengan berkata anakmu sudah menjadi anakku yang berarti anakku juga menjadi anakmu hal itu juga menjadikan seluruh anak Silalahi Raja menjadi terikat padan oleh karena adiknya Si raja bunga-bunga.
Oleh karena Siraja Bunga-bunga silalahi sudah menjadi anak Tuan Sihubil dan mengingat sejarahnya diculik dari parmahanan maka Tuan Sihubil menyebutnya Raja bunga-bunga Silalahi Parmahan yang sekarang keturunannya berbonapasogit di Balige dan diberikan tanah warisan yang disebut Huta Silalahi sampai sekarang.

Demikianlah sampai saat ini Silalahi maupun Tampubolon mematuhi padan itu dan tidak pernah saling mengawini.

Letjen TNI (Purn) DR TB Silalahi SH

Letjen TNI (Purn) DR TB Silalahi SH : Terharu dan Terkejut, Masih Ada Generasi Muda Batak yang Mampu “Marumpasa” dan “Marumpama”

Posted in Marsipature Hutanabe by Redaksi on Maret 24th, 2008
Tobasa (SIB)
Anggota Dewan Pertimbangan Presiden RI Letjen TNI (Purn) DR TB Silalahi SH mengaku terharu dan terkejut bahwa masih ada generasi muda di Kabupaten Toba Samosir yang mampu untuk melakukan atau mendemontrasikan tata cara adat Batak Toba melalui umpama dan umpasa dalam bahasa Batak Toba untuk “maminta” (meminta red) gondang.
“Kita sama-sama tahu, budaya Batak sudah sulit untuk dilestarikan. Tapi setelah melihat bakat-bakat dan penampilan generasi muda yang berlomba hari ini, kita sadar bahwa sebenarnya generasi muda sekarang masih dapat diandalkan untuk lebih memahamai dan mencintai budaya kita,” ungkap DR TB Silalahi pada perlombaan seni budaya yang diselenggarakan TB Silalahi Center di Convention Hall TB Silalahi Center di Jalan Pagarbatu dan Asrama Yasop (Yayasan Soposurung ) Balige, Kamis (20/3).
Diakui TB Silalahi, dirinya terkesan dengan cara “maminta” gondang yang penuh dengan umpama dan umpasa yang sangat dalam maknnya. Terus terang, saya saja tidak sanggup lagi untuk maminta melalui umpasa, kata TB yang juga dihadiri rombongan dari Jakarta pengacara kondang Hotman Paris Hutapea, Sunggu Anuar Aritonang, Saut Hutauruk, M Pasaribu, Sahat Silalahi, Robert njo, Gandi Tambunan, Wasinton Tambunan.
Sehubungan dengan rangkaian kegiatan peresmian TB Silalahi Center, pada Kamis (20/3) digelar berbagai perlombaan seni budaya mencakup paduan suara, lomba Tortor, lomba Marhata Adat, lomba membaca dan menulis aksara Batak. Kesemuanya diperlombakan antar Kecamatan se-Kabupaten Toba Samosir.
Letjen (Purn) DR TB Silalahi SH yang juga putra desa Pagar Batu Balige ini memaparkan, visi dan misi TB Silalahi Center adalah pelestarian Budaya Batak dan peningkatan kesejahteraan masyarakat. Oleh karenanya TB Silalahi mengajak dan menghimbau seluruh elemen masyarakat untuk bersama-sama dengan TB Silalahi Center menjalankan visi misi tersebut.
Melihat antusias masyarakat, Putra Tobasa yang pernah menjabat sebagai Menteri Pemberdayaan Aparatur Negara di Jaman Presiden Soeharto ini, merasa senang dan gembira apalagi setelah menyaksikan sendiri perlombaan tersebut. Saya juga terkejut bagaimana pesertanya yang rata-rata usianya masih muda sudah mampu mendemonstrasikan tata cara adat dalam kehidupan sehari-hari.
Setelah seluruh rangkaian perlombaan selesai acara dilanjutkan dengan nonton bareng “Oprette Perjalanan Hidup Nommensen di tanah Batak yang langsung disutradarai oleh DR TB Silalahi, pada CCA di Medan belum lama ini, yang diikuti secara serius oleh peserta di aula Conventiion Hall TB Silalahi Center yang baru rampung dibangun di Pagar Batu. TB Silalahi terharu dan tiba-tiba mengajak seluruh peserta untuk menyanyikan lagu Batak “Sai Anju Ma Au” yang merupakan lagu lomba bebas paduan suara.
Tidak hanya TB Silalahi yang terharu, pengacara kondang Indonesia Hotman Paris Hutapea yang memberikan bantuan biaya transportasi dan akomodasi peserta lomba, juga angkat bicara. Hotman, berkata kita senang di beri kesempatan di Aula TB Silalahi Center, sembari memuji figur TB Silalahi. (T11/i)

Silsilah Marga Silahisabungan

Data yang dikumpulkan dari berbagai buku maupun turi-turian, bahwa Raja Silahisabungan mempunyai 2(dua) isteri.

Isteri pertama adalah Pinggan Matio boru Padang Batanghari dan bermukim di Silalahi Nabolak dan isteri kedua adalah Milingiling boru Mangarerak.

Dari boru Pinggan Matio, Raja Silahisabungan memiliki tujuh (7) putra dan satu (1) putri. Sedangkan dari boru Milingiling, Silahisabungan memiliki seorang putra. Kedelapan putra Raja Silahisabungan dan seorang putri tsb secara singkat dapat dijelaskan spt dibawah ini.

Dari isteri pertama lahir sbb:

1. Haloho (Loho Raja)
2. Tungkir (Tungkir Raja)
3. Rumasondi (Sondi Raja)
4. Dabutar (Butar Raja)
5. Dabariba (Bariba Raja)
6. Debang (Debang Raja)
7. Pintubatu (Batu Raja)
8. Siboru Deang Namora.

Dari isteri kedua lahir satu putra yaitu:

1. Tambun(Tambun Raja)

1. Haloho (Loho Raja) menikah dengan boru tulangnya Rumbani boru Padang Batanghari dan bermukim di Silalahi nabolak.Keturunannya sebagian pindah ke Paropo, Tolping, Pangururan, Parbaba. Haloho memiliki 3 putra yaitu : Sinaborno, Sinapuran, dan Sinapitu. Pada umumnya keturunannya memakai marga Sihaloho, dan hingga dewasa ini belum ada cabang marga ini.

2. Tungkir (Tungkir Raja) menikah dengan Pinggan Haomasan boru Situmorang dan bermukim juga di Silalahi Nabolak. Pasangan ini juga memiliki 3 putra yaitu : Sibagasan, Sipakpahan dan Sipangkar. Keturunannya pada umumnya memakai marga Situngkir terutama Sibagasan dan Sipakpahan, sedangkan keturunan Sipangkar sebagian besar telah memakai Sipangkar sebagai marga.

3. Rumasondi (Sondi Raja) menikah dengan Nagok boru Purba Siboro. Pasangan ini juga bermukim di Silalahi Nabolak. Keturunannya yaitu Rumasingap membuka perkampungan di Paropo.Rumasondi memiliki putra sbb : Rumasondi, Rumasingap, dan Rumabolon. Umumnya keturunannya memakai marga Rumasondi dan sebagaian memakai marga Silalahi (di Balige) dan bahkan Rumasingap juga dipakai sebagai cabang marga. Demikian juga Doloksaribu, Nadapdap, Naiborhu, Sinurat, telah digunakan sebagai cabang marga dan masuk rumpun marga Rumasondi.

4. Dabutar (Butar Raja) menikah dengan Lagumora Sagala. Mereka juga tinggal di Silalahi Nabolak. Dabutar ini mempunyai tiga putra yaitu : Rumabolon, Ambuyak, dan Rumatungkup. Umumnya keturunannya memakai marga Sinabutar atau Sinamutar bahkan Sidabutar.

5. Dabariba Raja (Baba Raja) menikah dengan Sahat Uli boru Sagala. Mereka bermukim di Silalahi Nabolak. Keturunannya memakai marga Sidabariba atau Sinabariba. Putrranya berjumlah tiga yaitu : Sidabariba Lumbantonga, Sidabariba Lumbandolok, Sidabariba Toruan. Mereka ini pada umumnya memakai marga Sidabariba.

6. Debang (Debang Raja) menikah dengan Panamenan boru Sagala, juga bermukim di Silalahi Nabolak. Keturunannya sebagaian menyebar ke Paropo. Debang Raja mempunyai 3 putra : Parsidung, Siari dan Sitao. Umumnya keturunannya memakai marga Sidebang atau Sinabang.

7. Pintu Batu (Batu Raja) menikah dengan Bunga Pandan boru Sinaga, juga tinggal di Silalahi Nabolak. Memiliki 3 putra yaitu : Hutabalian, Lumbanpea, Sigiro. Keturunannya menggunakan marga Pintu Batu, tetapi keturunan Sigiro sebagian memakai marga Sigiro.

8. Tambun (Tambun Raja) adalah putra Raja Silahisabungan dari si boru Milingiling. Ketika masih remaja, Tambun meninggalkan Silalahi Nabolak menemui ibu kandungnya di Sibisa Uluan. Tambun menikah dengan Pinta Omas boru Manurung dan bermukim di Sibisa. Dari Sibisa keturunannya berserak ke Huta Silombu, Huta Tambunan dan Sigotom Pangaribuan. Putra raja Tambun berjumlah tiga orang yaitu : Tambun Mulia, Tambun Saribu, Tambun Marbun. Umumnya keturunannya memakai marga Tambun dan Tambunan, bahkan di antaranya memakai marga Baruara, Pagaraji, Ujung Sunge.

Di samping marga-marga yang disebut di atas, anak-anak Raja Silahisabungan dari isteri pertama memakai marga Silalahi. Sedangkan keturunan Tambun tetap menggunakan marga Tambun (oleh keturunan Tambun Uluan) atau Tambunan (oleh keturunan Tambun Koling).

(Dikutip dari www.silahisabungan.com)

Silalahi Nabolak

( Tanah Leluhur keturunan Silahisabungan )

Sejarah mencatat, Sipaettua, Silahisabungan dan Sirajaoloan harus meninggal- kan saudara sulung mereka Sibagotnipohan di Lumban Gorat (Balige).

Dalam perjalan Sipaettua, Silahisabungan dan Sirajaoloan meninggalkan tanah leluhur mereka, mereka sepakat untuk mencari daerah baru dan menjauh dari saudara sulung mereka di Lumban Gorat ( Balige ).

Sipaettua akhirnya memilih tinggal menetap di Laguboti dan keturunannya, yaitu Pangulu Ponggok Naiborngin, Sipartano Naiborngin dan Pardundong alias Puraja Laguboti. Keturunan Pangulu Ponggok Naiborngin memakai marga Hutahaean, Aruan dan Hutajulu. Keturunan Sipartano Naiborngin memakai marga Sibarani dan Sibuea. Keturunan Puraja Laguboti memakai marga Pangaribuan dan Hutapea Laguboti.

Tinggallah Silahisabungan dan Sirajaoloan melanjutkan perjalanan mereka. Akhirnya Sirajaoloan memilih tinggal menetap di Pangunguran Samosir, namun kemudian Sirajaoloan berpindah lagi ke Bakara. Keturunan Sirajaoloan memakai marga Naibaho, Sihotang, Bakara, Sinambela, Sihite, Manullang.

Silahisabungan akhirnya mengembara sebatangkara meninggalkan adiknya Sirajaoloan di Pangunguran sampai kemudian Silahisabungan menemukan suatu daerah dan menamainya Silalahi Nabolak (sekarang wilayah Kab. Dairi). Keturunan Silahisabungan memakai marga Sihaloho, Situngkir, Rumasondi, Sidabariba, Sinabutar, Sidebang , Pintubatu, Tambun, Tambunan, Silalahi, Doloksaribu, Sinurat, Nadapdap, Naiborhu, Rumasingap, Sipangkar, Sipayung, Sembiring, Sigiro dan Lumbanpea.


HORJA BIUS

Dalam budaya masyarakat Batak mengenal BIUS. Dahulu kala, Bius merupakan hukum adat tertinggi dalam persekutuan masyarakat Batak ( yang nota bene terdiri atas beberapa marga ) dalam suatu wilayah / huta. Pimpinan tertinggi dari bius ini adalah berasal dari Raja Marga Sipungka Huta. Yang dimaksud Raja Marga Sipungka Huta ( Raja Bius ) adalah golongan marga perintis (Penguasa) yang mendiami sekaligus pengukuhan kepemilikan wilayah / huta tersebut bagi marga-marga pendatang. Bius sangat dihormati sebagai hukum dan ikatan persatuan antara marga-marga Sipungka Huta dengan marga-marga pendatang di wilayah / huta itu.

Kegiatan ini disebut Horja Bius. Horja Bius hanya dapat dilakukan oleh Marga Sipungka Huta. Di Pangunguran Samosir misalnya, dikenal bius Sitolu Hae. Disebut Sitolu Hae karena di wilayah ini terdiri dari 3 (tiga) marga Sipungka huta, yaitu marga Naibaho keturunan Sirajaoloan, marga Simbolon keturunan Simbolontua dan Sitanggang keturunan Muntetua.

Naibaho terdiri atas marga-marga Siahaan, Sitangkaraek, Sidauruk, Sihutaparik dan Siagian. Simbolon terdiri atas marga-marga Nadeak, Tamba, Simbolon dan Silalahi ( sebagai Boru). Sitanggang terdiri atas marga Sitanggang, Sigalinging, Raja Pangadat dan Malau ( sebagai Boru ). Artinya, marga Silalahi dan marga Malau adalah sebagai pendatang yang dikukuhkan marga Sipungka huta mendiami wilayah / huta Pangunguran.

Bius Silahisabungan berada di Silalahi Nabolak, yang disebut Bius Parsang- garan yang terbagi atas 3 (tiga) turpuk yakni Bius Siopat Turpuk ( Sihaloho, Rumasondi, Sidabariba, Pintubatu), Bius Sitolu Tupuk ( Situngkir, Sinabutar, Sidebang), Bius Tambun.

Catatan :

1) Keturunan Silahisabungan ( marga Silalahi ) yang ada di Samosir
( Pangunguran, Parbaba, Tolping, Sibisa ) adalah sebagai marga pendatang. Faktanya, marga Silalahi bukan sebagai Sipungka Huta, artinya marga Silalahi tidak memiliki kapasitas menjadi Raja Bius.

2) Kisah penculikan 3 ( tiga ) cucu Raja Silahisabungan, namun 2 ( dua )
orang berhasil meloloskan diri ketika perahu Tuan Sihubil melewati pesisir Pangunguran diindikasikan sebagai cikal bakal keberadaan marga Silalahi di Pangunguran , Tolping dan sekitarnya.


Sumber : Buku, Sejarah Raja Silahisabungan , oleh. J.Sihaloho